Latest News

KI NARTO SABDO

Kamis, 18 Agustus 2011 , Posted by MANIKMAYA at 03.33


Lahir di Klaten, Jawa Tengah, 25 Agustus 1925 (pn 7 Oktober 1985), Nartosabdo muncul pertama kali sebagai dalang justru di Jakarta, di Gedung PTIK, 28 April 1958. Dengan lakon Kresna Duta, pertunjukan itu disiarkan pula oleh RRI. ”Saya panik, maklum baru pertama kali,” tutur Ki Narto, beberapa tahun kemudian. Pada adegan pertama, ia sempat bingung, mencari cempala, alat yang biasa diketukkan dalang pada sisi kotak wayang, untuk mendramatisasi suasana. Padahal, alat itu sudah tergeletak di pangkuan saya,” tuturnya.

Waktu itu, ”jabatan resmi” Ki Narto sebenarnya penggendang grup Ngesti Pandowo, yang tengah main di Jakarta. Memang, ia sejak remaja sudah ”memuja” para dalang tersohor, Ki Ngabei Wignyosoetarno, Sala, dan Ki Poedjosoemarto, Klaten. Ia juga tekun menyimak berbagai buku tua. Kepala Studio RRI waktu itu, Sukiman menawari Ki Narto untuk mendalang. Dan jadilah pertunjukan di PTIK itu.
Penampilan pertama itu langsung mengangkat namanya. Berturut- turut ia mendapat kesempatan mendalang di Solo, Surabaya, Yogya, dan seterusnya. Lahir pula cerita-cerita gubahannya, seperti Dasa Griwa, Mustakaweni, Ismaya Maneges, Gatutkaca Sungging, Gatutkaca Wisuda, Arjuna Cinoba, Kresna Apus, dan Begawan Sendang Garba. Semua itu lebih banyak karena belajar sendiri — tidak seperti pada umumnya dalang, yang lahir karena keturunan dalang pula, atau ”kewahyon” (mendapat wahyu). ”Saya tidak begitu. Saya hanya memilih teknik terbaik dari beberapa dalang terkemuka,” kata Ki Narto.Ia memang lebih banyak mementaskan cerita-cerita carangan — hasil apresiasi mendalam dari suatu cerita baku, atau gubahan baru yang bersumber dari pakem (cerita induk). Lantas ia mendapat banyak kritik. ”Nartosabdo terlalu menyempal dari pakem,” kata seorang ahli pedalangan. ”Apa salahnya?” kata Ki Narto. ”Kreasi baru itu ibarat bakmi, yang bukan makanan sehari-hari. Suatu saat kita toh akan kembali makan nasi. Atau ibarat bistik. Tuhan menciptakan sapi, pengolahannya terserah kepada kita.”Ki Narto juga terkenal sebagai penggubah gending-gending Jawa. Di bidang ini, kreasinya melebar ke segala arah. ”Dulu tidak ada gending yang berirama rumba, waltz, atau dangdut. Saya mencobanya,” ujarnya. Dalam konser karawitan di Gedung Mitra Surabaya, 1976, yang mempergelarkan 14 komposisi ciptaannya, Ki Narto sempat menampilkan lagu Begadang (Oma Irama) dalam Pelog Paten Nem. Tidak semua kreasinya bercorak dolanan. Ada juga yang berat, misalnya Sekar Ngenguwung. Lahir dengan nama Soenarto, pendidikan formalnya hanya Standaard School Muhammadiyah (SD 5 tahun). Ayahnya seorang perajin sarung keris. Sabdo adalah gelar yang diberikan oleh Ki Sastro, pendiri Ngesti Pandowo, mengingat jasanya membuat kreasi baru bagi grup wayang orang yang sudah ada sejak sebelum kemerdekaan tersebut. Gelar itu ia terima pada 1948, dan sejak itu namanya menjadi Nartosabdo

Pagelaran Wayang Kulit bersama Ki Nartosabdho


  Pandawa Dadu

Resi Manumoyoso 

Bambang sakri kromo

Nara Suma

Pandu Gugur (Pamukso)

Bale Golo Golo

wirotho parwo

Pandowo Gubah

Pandowo Boyomg

Kongso Adu Jago

Bimo Bungkus

Bimo Suci

Dewo Ruci

Gatutkoco Lahir

Gatutkoco Sungging

Kolo Bendono Gugur

Gatutkoco Wisudha

Brajadenta balelo

Banowati Janji

Sayemboro Mentang

Alap2 Styobumo

Noroyono Jumeneng Ratu

Sombo Juing

semar barang jantur

Wahyu Cakraningrat

Semar kuning

Permadi Boyong

setyowati setyawan

Sudomolo

 JALANAN BARATAYUDHA

Karno Duto

kresno gugah 01,02,03,04,05,06,07,08,09,10,11,12,13,14,15,16

kresno Duto

Abimanyu Gugur

karnoTanding

salyo,DURYUDONO GUGUR

Share this article on :

Currently have 1 komentar:

  1. Unknown says:

    Link downlodnya kok banyak yang sudah terhapus Gan..mohon direvisi.. mampir ke blog saya http://saranamesin.blogspot.com

Leave a Reply

Posting Komentar